Agroplus – Kabar baik datang dari sektor pertanian Indonesia! Menteri Pertanian (Mentan) sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Andi Amran Sulaiman, mengumumkan bahwa Indonesia telah berkontribusi signifikan dalam menurunkan harga pangan dunia, khususnya beras. Pencapaian ini tak lepas dari peran sentral para petani di seluruh pelosok negeri.
Amran mengungkapkan, harga beras dunia yang sebelumnya mencapai 650 dolar AS per ton, kini berhasil ditekan hingga menyentuh angka 371 dolar AS. Penurunan drastis ini, menurutnya, adalah dampak langsung dari kebijakan Indonesia yang tidak lagi melakukan impor beras sepanjang tahun ini.

Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan impor beras menjadi angin segar bagi produksi dalam negeri. "Indonesia sebelumnya adalah importir besar. Alhamdulillah, berkat gagasan besar Bapak Presiden Prabowo, kita menghentikan impor," tegas Amran saat Rapat Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.
Data menunjukkan, harga beras dari negara-negara eksportir seperti Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar pada Januari 2024 masih berkisar antara 622 hingga 655 dolar AS per metrik ton. Namun, pada minggu ketiga Desember 2024, tepat setelah pengumuman penghentian impor beras oleh Indonesia, harga beras dari keempat negara tersebut mulai merosot ke kisaran 455 hingga 514 dolar AS per metrik ton.
The FAO All Rice Price Index (FARPI) juga mencatat penurunan indeks sebesar 1,2 persen pada Desember 2024 dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi 119,2 poin. Bahkan, pada September 2025, indeks FARPI semakin rendah, mencapai 100,9 poin.
Lebih lanjut, Amran menyampaikan kabar gembira terkait proyeksi produksi beras nasional tahun 2025. "Pengumuman BPS kemarin, diprediksi bahwa produksi beras kita di tahun 2025 mencapai 34,77 juta ton. Ini kenaikan tertinggi, stok kita tertinggi. Ini berkat kerja keras kita semua," ujarnya.
Proyeksi ini menunjukkan surplus sebesar 4,15 juta ton dibandingkan produksi beras tahun 2024 yang berada di angka 30,62 juta ton. Bahkan, proyeksi produksi beras Januari-Desember 2025 telah melampaui angka kebutuhan konsumsi beras setahun secara nasional.
Berdasarkan Proyeksi Neraca Beras Tahun 2025 yang disusun Bapanas bersama kementerian/lembaga terkait, kebutuhan konsumsi beras di 2025 diperkirakan mencapai 30,97 juta ton. Dengan demikian, akan tercipta surplus antara produksi dan konsumsi beras sebesar 3,8 juta ton.
Data BPS juga mencatat peningkatan indeks harga yang diterima petani padi pada Oktober 2025 dibandingkan awal tahun 2025. Pada Januari 2025, indeks tersebut masih berada di angka 136,78, namun pada Oktober 2025 meningkat menjadi 146,24. Hal ini mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani padi seiring dengan peningkatan produksi beras nasional.
Untuk memastikan harga di tingkat petani tetap stabil, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Harga Beras yang melibatkan unsur Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Perdagangan, Bapanas, Perum Bulog, dan pemerintah daerah.
"Ke depan, kami sudah bentuk dan minta Bapanas terhadap seluruh daerah yang harga beras masih tinggi, agar langsung turun. Buka posko di tempat itu. Kita bangun sistem yang baik dengan kolaborasi," jelas Amran.
Peran Bulog dalam upaya ini adalah melakukan intervensi pasar melalui penyaluran beras, sementara Bapanas bertugas memantau sebagai regulator dengan menggandeng Kementerian Perdagangan serta Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) di seluruh Indonesia.
Satgas Pengendalian Harga Beras Tahun 2025 telah dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 375 Tahun 2025 tanggal 20 Oktober 2025. Hingga 1 November, Satgas telah melaksanakan pengawasan hingga 5.648 titik di seluruh Indonesia yang terdiri dari produsen, distributor, grosir, ritel modern, dan pengecer.