Agroplus – Ombudsman Republik Indonesia (RI) meminta aparat penegak hukum untuk mengedepankan pembinaan dalam menangani kasus pelanggaran mutu beras. Hal ini disampaikan di tengah kekhawatiran akan potensi kelangkaan beras yang semakin menghantui masyarakat. Menurut Ombudsman, penegakan hukum sebaiknya menjadi opsi terakhir setelah upaya pembinaan dan pengawasan dimaksimalkan.
Yeka Hendra Fatika, Anggota Ombudsman RI, menekankan pentingnya kearifan dalam menangani isu ini. "Saya menghormati Penegak Hukum karena itu memang tugasnya, tapi tolong bijaksana. Ini soal beras, ini soal pelaku usaha," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jumat (8/8). Ia menilai bahwa tindakan represif yang marak terjadi belakangan ini justru muncul karena kurang optimalnya fungsi pembinaan dan pengawasan dari pemerintah.

Menurut Yeka, tindakan pidana seharusnya menjadi ultimum remedium atau upaya terakhir. Ia mencontohkan kasus kecil seperti perbedaan kandungan menir dalam beras. "Kalau salah-salah mutu beras, misalnya kandungan menir seharusnya 5 persen, tapi ternyata 5,5 persen, itu tinggal diingatkan saja. Tidak mengurangi bobot berasnya," jelasnya. Ia membandingkan kasus tersebut dengan tindakan penipuan yang jelas merugikan konsumen, seperti menjual beras 5 kg namun isinya kurang dari itu.
Yeka menambahkan bahwa situasi perberasan saat ini sudah sangat genting dan membutuhkan tindakan cepat dan tepat dari pemerintah. "Kalau menurut saya, pemerintah harus betul-betul memitigasi terkait persoalan ini. Dan waktunya tidak banyak. Saya sendiri melihat ini sudah genting. Sudah perlunya shortcut (langkah cepat) untuk mengatasi kelangkaan beras," tegasnya.
Kondisi riil di lapangan menunjukkan bahwa beras sudah mulai langka di toko-toko retail modern. "Hari ini, tadi pagi saya terjunkan untuk melihat beras di pasar modern retail market. Kosong. Bahkan raknya sudah berganti. Yang tadinya rak beras, sekarang sudah berganti jadi rak air mineral," ungkap Yeka.
Menyikapi situasi ini, Ombudsman RI mendesak pemerintah untuk segera melepas cadangan beras yang dikelola oleh Perum Bulog ke pasar. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan menenangkan pelaku usaha. "Beras di gudang Bulog harus segera keluar mengingat masyarakat membutuhkan ketersediaan beras, sementara pelaku usaha pun perlu diyakinkan dengan mekanisme yang menjamin rasa aman agar mau menyerap beras Bulog," pungkas Yeka. Informasi ini dikutip dari agroplus.co.id sebagai upaya penyebarluasan informasi pertanian yang akurat dan terpercaya.