Agroplus – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengambil langkah strategis untuk menstabilkan pasokan dan harga jagung dengan menjembatani petani jagung di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang tengah memasuki masa panen raya, dengan peternak unggas di Blitar, Jawa Timur, yang sangat membutuhkan pasokan jagung sebagai pakan. Inisiatif ini diharapkan dapat mengoptimalkan penyerapan hasil panen lokal sekaligus menjaga stabilitas harga di tingkat petani dan peternak.
Upaya konkret yang dilakukan Bapanas adalah memfasilitasi kerjasama business to business (B2B) antara petani jagung di Bima dengan Koperasi/Asosiasi Peternak Layer di Blitar. Skema ini memungkinkan transaksi langsung antara produsen di hulu dan konsumen di hilir, memotong rantai distribusi yang panjang dan seringkali merugikan petani.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa pengiriman jagung tahap pertama telah sukses dilakukan, dengan jagung tiba di Pelabuhan Kalimas, Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (24/5). "Mobilisasi tahap pertama menggunakan kapal tongkang berkapasitas 225 ton yang berangkat dari Pelabuhan Bima, NTB pada Minggu, 18 Mei 2025," jelas Arief. Pengiriman tahap kedua dengan volume yang sama langsung menyusul dari Pelabuhan Bima pada hari yang sama.
Arief menambahkan, penyerapan langsung hasil panen raya dari petani sangat penting untuk menjaga harga di tingkat petani tetap menguntungkan dan memastikan pasokan jagung bagi peternak unggas tetap terjamin. Kolaborasi yang difasilitasi Bapanas ini telah berjalan sejak tahun lalu dan akan terus ditingkatkan sebagai wujud sinergi antar daerah untuk memperkuat rantai pasok pangan nasional.
Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas, Maino Dwi Hartono, mengungkapkan rencana untuk memperluas mobilisasi jagung ke wilayah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Lampung. "Mobilisasi jagung tahap pertama dari NTB berjalan lancar. Program ini akan dikembangkan tidak hanya ke Jatim, tetapi juga ke peternak unggas di Jateng, Jabar, dan Lampung," kata Maino.
Penggunaan kapal tongkang untuk mobilisasi jagung dinilai lebih ekonomis dibandingkan transportasi darat. Biaya transportasi dengan kapal tongkang diperkirakan sekitar Rp 650 per kilogram, sementara dengan kendaraan darat bisa mencapai Rp 800 hingga Rp 900 per kilogram. Selain itu, kapasitas kapal tongkang juga jauh lebih besar, sehingga menjadi solusi win-win bagi peternak unggas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jagung pipilan kering kadar air 14 persen di NTB pada semester pertama tahun 2025 diperkirakan meningkat sekitar 8 persen, dari 712 ribu ton pada Januari-Juni 2024 menjadi 769 ribu ton. Secara keseluruhan, NTB merupakan salah satu sentra produksi jagung tertinggi keempat di Indonesia pada tahun 2024 dengan produksi 1,2 juta ton, berkontribusi 7,99 persen terhadap total produksi jagung nasional yang mencapai 15,1 juta ton.
Dengan potensi produksi yang besar, NTB menjadi lumbung jagung nasional yang strategis untuk memenuhi kebutuhan jagung domestik, baik untuk konsumsi maupun pakan ternak. Bapanas akan terus memantau dan berkoordinasi untuk memastikan distribusi jagung berjalan lancar dan tidak terjadi kelangkaan atau lonjakan harga di pasar. Target produksi jagung pipilan kering kadar air 14 persen secara nasional pada tahun 2025 adalah 16 juta ton, meningkat sekitar 6,2 persen dibandingkan tahun 2024.