
Artikel Berita:
Agroplus – Badan Pangan Nasional (Bapanas) tengah melakukan evaluasi mendalam terhadap peredaran dan harga beras khusus yang semakin marak di ritel modern. Langkah ini diambil sebagai respons atas kekhawatiran pemerintah terkait potensi peralihan pasokan dari beras premium ke beras khusus, serta dugaan adanya ketidakwajaran dalam struktur biaya produksi beras tersebut.
Dalam Rapat Koordinasi Peredaran Beras Khusus yang digelar di Kantor Bapanas Jakarta, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menekankan pentingnya meninjau struktur biaya produksi beras khusus. "Pemerintah menyoroti harga beras khusus. Kami ingin biaya produksinya tidak terlalu tinggi. Kita perlu bedah cost structure-nya, seperti halnya beras reguler, agar harga di tingkat produsen dan ritel tetap wajar," tegas Arief. Ia menyarankan agar ritel modern menerapkan everyday low price (ELDP) untuk beras khusus, mengingat volume penjualannya yang signifikan.
Arief juga mendorong produsen beras khusus, seperti beras fortifikasi dan biofortifikasi, untuk lebih gencar mempromosikan keunggulan produknya dibandingkan beras reguler. Kepada para pelaku ritel modern, ia mengingatkan untuk selalu meminta hasil uji laboratorium terhadap beras khusus yang akan diterima, sebagai jaminan kualitas dan kesesuaian dengan klaim pada kemasan.
Selain fokus pada beras khusus, Bapanas juga meminta ritel modern untuk segera mengisi kembali pasokan beras premium dan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). "Kita sepakat membantu pemerintah. Jangan biarkan rak beras premium kosong karena dialihkan ke beras khusus. Kita di sini untuk membantu masyarakat luas," ujarnya.
Bapanas menargetkan penyaluran 800 ribu ton beras SPHP hingga akhir tahun dan meminta ritel modern untuk membuat estimasi kebutuhan beras SPHP. Arief menilai ritel modern adalah mitra yang paling disiplin dalam menjual beras sesuai HET kepada masyarakat. Upaya ini merupakan bagian dari strategi Bapanas untuk melengkapi tata niaga beras, yang sebelumnya telah menyalurkan beras SPHP melalui pasar tradisional dan kanal lainnya.
Menurut Arief, keterlambatan penyaluran beras SPHP ke ritel modern disebabkan oleh penyesuaian spesifikasi mutu dan label beras sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. "Memang diperlukan waktu bagi produsen untuk menyesuaikan diri, tetapi kami ingin yang terbaik bagi konsumen Indonesia," jelasnya.
Per 12 September, realisasi penjualan beras SPHP telah mencapai 356,6 ribu ton atau 23,78 persen dari target setahun 1,5 juta ton. Perum Bulog telah melibatkan 5.231 mitra pengecer di pasar rakyat dan 457 mitra ritel modern. Penyaluran beras SPHP ini turut berkontribusi dalam menekan harga beras medium.
Data Panel Harga Pangan Bapanas menunjukkan bahwa rerata harga beras medium mulai menurun dibandingkan minggu sebelumnya. Pada 12 September, rerata beras medium di Zona 1 berada di Rp 13.467 per kilogram (kg), di bawah HET dan lebih rendah 0,33 persen dibandingkan minggu sebelumnya.
Jumlah daerah yang memiliki rerata harga beras medium di bawah HET juga meningkat signifikan, dari 167 daerah pada minggu ketiga Agustus menjadi 258 daerah pada minggu kedua September. "Kami juga sedang mempersiapkan pasar terbesar untuk Beras SPHP melalui Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Pekan depan akan dibahas teknis pencairan pinjaman dari Himbara," pungkas Arief.