Agroplus – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, memberikan imbauan keras kepada para pelaku usaha perberasan di seluruh Indonesia. Ia meminta agar mereka segera berbenah dan memastikan mutu beras yang dijual sesuai dengan label yang tertera pada kemasan. Hal ini penting untuk melindungi hak-hak konsumen dan menjaga kepercayaan terhadap industri perberasan nasional.
Arief menekankan bahwa ketidaksesuaian antara mutu beras yang dijanjikan dengan kenyataan yang diterima konsumen dapat menimbulkan kerugian yang signifikan. "Kesesuaian mutu beras yang dibeli masyarakat harus benar-benar terjamin," tegasnya.

Investigasi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap potensi kerugian konsumen akibat praktik curang mutu beras ini bisa mencapai angka fantastis, yaitu Rp 99 triliun per tahun. Modusnya beragam, salah satunya adalah menjual beras medium dengan harga premium.
"Contoh sederhananya, beras medium yang seharusnya dijual Rp 12.000 per kilogram, malah dikemas dan dijual sebagai beras premium seharga Rp 15.000. Konsumen jelas dirugikan karena membayar lebih mahal untuk kualitas yang tidak sesuai," jelas Arief.
Selain masalah mutu, Arief juga menyoroti potensi penyusutan bobot beras selama proses mobilisasi. Meskipun hal ini dianggap lazim dalam industri perberasan, ia mengingatkan pelaku usaha untuk mengantisipasinya dengan cermat.
"Seharusnya tidak ada alasan berat beras berkurang dari yang tertera di label. Jika beratnya 5 kilogram, ya harus mendekati angka itu. Biasanya toleransinya 1 per mil, atau dilebihkan sedikit menjadi 5,05 kilogram. Para pelaku usaha perberasan seharusnya sudah memahami hal ini," imbuhnya.
Kadar air juga menjadi perhatian Bapanas. Standar kadar air maksimal untuk beras medium dan premium adalah 14 persen. Kadar air yang terlalu rendah dapat menyebabkan beras mudah patah dan meningkatkan persentase beras pecah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas produk.
"Sebenarnya, isu-isu seperti ini sudah biasa dalam dunia perberasan. Tinggal bagaimana kita fokus memperbaikinya dengan mengacu pada standar mutu beras yang berlaku," kata Arief.
Isu ketidaksesuaian mutu beras mencuat setelah Kementan melakukan investigasi terkait mahalnya harga beras, padahal stok nasional tergolong tinggi. Arief menjelaskan bahwa saat panen raya, Indonesia mengalami surplus produksi beras yang signifikan, mencapai 3-4 juta ton. Oleh karena itu, kenaikan harga beras yang signifikan dianggap tidak masuk akal.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi beras dalam negeri pada periode Januari hingga Agustus 2025 diperkirakan mencapai 24,96 juta ton. Sementara itu, kebutuhan konsumsi beras nasional untuk periode yang sama diproyeksikan sebesar 20,66 juta ton. Ini berarti Indonesia mengalami surplus beras sekitar 4,3 juta ton selama periode tersebut.
Arief berharap para pelaku usaha perberasan dapat lebih memperhatikan aspek keakuratan dan kualitas produk mereka. Dengan demikian, kepercayaan konsumen terhadap industri perberasan nasional dapat terjaga dan harga beras dapat lebih stabil. Informasi lebih lanjut mengenai isu-isu pertanian dan pangan dapat diakses melalui agroplus.co.id.