Agroplus – Kabar gembira datang dari sektor pertanian Indonesia! Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengumumkan bahwa Indonesia berhasil menghentikan impor beras. Pencapaian ini menjadi kebanggaan tersendiri, mengingat dua tahun lalu Indonesia harus mengimpor hingga 7 juta ton beras dengan nilai mencapai Rp 80 triliun.
"Tahun ini jauh lebih baik. Dulu impor 4 juta, sekarang tidak impor. Bagus nggak? 2 tahun lalu kita impor 7 juta. Itu nilainya 2 tahun, 80 triliun kita impor. Kita harus bangga sekarang," ujar Mentan Amran saat ditemui di Jakarta, (30/8).

Mentan Amran menegaskan bahwa produksi beras dalam negeri saat ini melimpah. Buktinya, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang tersimpan di gudang Perum Bulog mencapai 3,9 juta ton, jumlah terbesar yang pernah dimiliki pemerintah. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa upaya peningkatan produksi beras yang dilakukan pemerintah membuahkan hasil signifikan.
Pengakuan atas keberhasilan Indonesia ini juga datang dari dunia internasional. Food and Agriculture Organization (FAO) mengakui Indonesia sebagai negara dengan kenaikan produksi pangan nomor 2 di dunia. Dalam laporan Food Outlook edisi Juni 2025, FAO memproyeksikan produksi beras Indonesia akan mencapai 35,6 juta ton pada musim tanam 2025/2026. Proyeksi ini menempatkan Indonesia sebagai produsen beras terbesar keempat di dunia, setelah India, China, dan Bangladesh.
Mentan Amran juga menyoroti kontribusi Indonesia dalam menekan harga pangan dunia. Harga beras internasional yang sebelumnya mencapai 460 dolar AS per ton kini turun menjadi 370 dolar AS per ton. "Artinya rakyat Indonesia berkontribusi pada penduduk dunia yang mengkonsumsi pangan khususnya beras," katanya.
Menanggapi isu kenaikan harga beras di dalam negeri, Mentan Amran menjelaskan bahwa pemerintah sedang berupaya memperbaiki ekosistem pangan nasional secara menyeluruh. Tata kelola pangan yang baik menjadi kunci, mengingat besarnya subsidi pemerintah di sektor pangan yang mencapai sekitar Rp 150 triliun.
"Karena di dalamnya ada subsidi pemerintah di pangan sekitar 150 triliun. Sehingga pemerintah harus intervensi. Sekali lagi terima kasih Pak Mendagri, kami mewakili petani Indonesia, jajaran Kementerian Pertanian," pungkasnya.